Kotak Jelajah

Minggu, 28 Maret 2010

Hasil Ujian Nasional, Untuk Pembangunan Bangsa atau Pengikisan Semangat Hidup Bangsa?

Ujian nasional akan segera selesai, semua siswa peserta ujian sebelum dan sesudah mengikuti pelaksanaan ujian nasional senantiasa digantungi dengan beban perasaan was-was. Harap-harap-cemas! Semua kesukariaan selama mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan sekejap sirna terlupakan. Calon putra-putri bangsa yang baru mulai tumbuh itu sejak saat ini telah diajari untuk hidup dalam keadaan stress. Bahkan kondisi stress ini merambah juga ke dada semua kepala sekolah dan guru-guru serta para orang-tua siswa. Bagaikan menunggu berlalunya gempa bumi, tsunami atau desingan peluru yang akan melintasi diri mereka. Akan selamatkah aku? Akan luluskah anakku? Dan doa-doa mereka senantiasa tercetuskan untuk memperoleh anugerah Tuhan berupa kelulusan dari Ujian Nasional itu.

Sungguh terasa kejam jika para pejabat negara ini tidak mau tahu dengan derita mental para peseta ujian dan orang-orang di sekitarnya. Sungguh durhaka jika para pejabat itu hanya mau memikirkan anggaran dana, distribusi dan pengamanan soal ujiannya saja, tetapi tidak pernah menyelami dampak yang akan muncul dari pekerjaan mereka itu.

Apakah anda sebagai kelompok antiteroris? Jika ya, mari kita pikirkan upaya agar bangsa kita ini tidak terlatih atau terbiasa memendam rasa stress. Buatlah bangsa kita sebagai bangsa yang senantiasa bebas bercengkerama, penuh suka-cita, damai tenteram, meskipun bagi mereka secara ekonomi barangkali belum layak untuk disebut makmur.
Bagi para pemikir pendidikan, khususnya yang bertanggung-jawab terhadap pelaksanaan Ujian Nasional, silakan kalian pikirkan cara lain dalam menguji keberhasilan siswa itu dengan cara yang tidak menimbulkan beban mental yang cenderung menimbulkan sakit jiwa bagi para pelaku ujian. Itupun jika Ujian Nasional itu wajib 'ain -tidak ada jalan lain- mesti dan sangat mesti dilakukan terhadap semua pelajar Indonesia.
Terpikirkankah oleh para pejabat negara bahwa gara-gara Ujian Naional itu banyak terjadi kejahatan administratif yang telah dilakukan oleh sebagian besar guru? Mereka tidak mau tahu lagi dengan embel-embel "Dokumen Negara - Sangat Rahasia"! Mereka bocorkan soal demi siswa dan sekolah tercintanya. Kondisi ini secara tidak langsung telah menunjukkan bahwa mereka telah melakukan perlawanan terhadap negaranya sendiri! Mau seperti itukah bangsa kita? Bagaimana kalau Dokumen Negara itu berupa rahasia negara atau rahasia keamanan negara, lalu karena terbiasa menyepelekan "Dokumen Negara" dan tak mau tahu dengan kalimat "Sangat Rahasia", lantas berkas itu dijual ke pihak yang tak bertanggug-jawab? Selesaikah masalah seperti itu jika si pelakunya dapat tertangkap dan dihukum mati? Aduhaiii... Picik benar kalau kita berkesimpulan seperti itu. Seandainya pengadilan Tuhan dapat hadir di atas pengadilan manusia, mungkin sang pelaku akan mengatakan: Pekerjaan ini kan sudah biasa dilakukan orang, mengapa sekarang aku saja yang dihukum? Mengapa mereka yang sama-sama berbuat juga tidak dihukum seperti aku? Ya Tuhan, sungguh aku tidak terima. Aku meminta keadilan dari-Mu. Hukumlah mereka yang telah membiasakan kami untuk berbuat seperti yang sudah kami perbuat ini, yang menyebabkan nyawa kami-yang menjadi hak Engkau-telah nyata-nyata diputus oleh para penghukum kami....

Saya sebagai guru berpendapat bahwa mekanisme Ujian Nasional selama ini sungguh sangat membahayakan siswa. Hanya dengan waktu ujian 4-5 hari, siswa telah dipertaruhkan untuk keluar dari sekolah (jika lulus) atau tetap tinggal 1 tahun lagi (jika tak lulus). Hal ini sungguh sangat zalim, teramat kejam tiada tara!
Kalau seandainya hasil Ujian Nasional itu tidak berhubungan dengan ketamatan masa belajar siswa, maka saya yakin Ujian nasional itu tidak akan berdampak terlalu buruk bagi semua pihak. Misalnya saja dengan kondisi nilai hasil Ujian Nasional tertentu menyebabkan siswa tidak dapat memasuki jurusan tertentu di perguruan tinggi, maka siswa mungkin tidak akan terlalu terbebani karena mereka akan sadar dengan keterbatasannya sendiri. Dan bagi siswa yang mendapatkan semua nilai Ujian Nasionalnya di bawah standar kelulusan, mereka tetap berhak mendapat kriteria tamat belajar, dan mereka hanya dapat melamar pekerjaan dan tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kalau pun mereka dari tempat kerjanya nanti dipromosikan untuk mengikuti pendidikan, maka mau tak mau mereka harus memiliki sertifikat pendidikan khusus dulu. Ini hanya sebagai misal saja! Mungkin ada cara-cara lain yang jauh lebih bijaksana, manusiawi dan disetujui oleh semua pihak dengan sambutan hangat, bukan disetujui karena ditekan oleh kewajiban dari perintah atasannya.

Mari kita bangun negeri ini dengan limpah-ruahnya generasi muda yang beriman, berhati halus-lembut, ramah, dan hidup dalam pijakan kejujuran sejak kecil. Dan dididik oleh bapak-ibu guru pujaannya yang jujur, setia kepada negara, rela mengabdi kepada bangsa dan negaranya serta senantiasa berjuang untuk membentuk anak-anak bangsa yang erpendidikan, bermoral dan beriman kepada Tuhannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar